MAKALAH PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI (PATTERN RECOGNITION
Friday, December 2, 2016
MAKALAH
PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI
PENGENALAN POLA
(PATTERN RECOGNITION)
Disusun oleh:
Dedy Indra Setiawan 16753011
PROGRAM STUDY MANAJEMEN INFORMATIKA
POLITEKINIK NEGERI
LAMPUNG
TAHUN 2016/2017
DAFTAR ISI
BAB
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah....................................................................................... 4
1.4 Tujuan....................................................................................................... 4
BAB
II
Dasar Teori
2.1 Supervise learning
method....................................................................... 5
2.2 Kecerdasan Jaringan
Syaraf Tiruan.......................................................... 5
2.3 Algoritma
Perceptron............................................................................... 5
2.4 Proses Pengolahan
Citra........................................................................... 6
2.5 Prinsipal Komponen
Analisis................................................................... 7
BAB
III
PERANCANGAN SISTEM
2.1 Desain Sistem
Pengenalan Benda Terkorosi............................................ 8
2.1.1 Prinsipal
Komponen Analisis................................................................ 8
2.2.2 Kecerdasan
Jaringan Syaraf.................................................................. 8
2.2 Desain Pola Huruf.................................................................................... 8
2.2.1 Teknik Pembacaan
Pola Huruf dengan Binerisasi................................. 10
BAB
IV
Pembahasan
4.2 Pengenalan pola
bahan terkorosi.............................................................. 13
4.3.1 Pengujian Huruf.................................................................................... 14
4.3.2 implementasi
sistem............................................................................... 14
BAB
V Pendahuluan
KESIMPULAN............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Pengenalan pola merupakan bidang di dalam pembelajaran
mesin yang bertujuan untuk mengklasifikasikan objek berdasarkan ciri-ciri yang
dimilikinya. Seperti image, berat, atau parameter-parameter lain yang
ditentukan kedalam kategori atau kelas.
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi yang menggunakan
komputer berkembang dengan pesat. Hampir setiap individu di dunia memerlukan
komputer sebagai alat bantu untuk menyelesaikan masalahnya. Hampir semua sistem
analog digantikan dengan sistem komputerisasi. Keunggulannya adalah sistem
komputerisasi lebih mudah dalam pengontrolan. Dalam hal ini misalnya
pengontrolan di dalam mengidentifikasi suatu objek atau citra. Komputer
diusahakan untuk dapat bekerja mendekati proses kerja otak manusia.
Kemampuan inilah yang dikembangkan dengan menggunakan mesin
(komputer). Dengan pengenalan pola kita mampu mengimplementasikan kemampuan
cerdas komputer agar dapat mendekati proses otak manusia. Dalam makalah ini
kami melakuan studi komparasi berbeda dengan dua contoh pengenalan pola
yaitu PENGENALAN POLA BAHAN TERKOROSI MENGGUNAKAN METODA PEMBELAJARAN
PERCEPTRON PADA SISTIM JARINGAN SYARAF dengan PENGENALAN
HURUF BERBASIS JARINGAN SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON.
Dalam contoh pengenalan pola tersebut kami membahas tentang metode pengenalan
pola yang sama dalam kasus yang berbeda. Metode yang sama dalam dua contoh
tesebut adalah metode sistem jaringan syaraf tiruan dengan menggunakan
algoritma perceptron.
Algoritma
Perceptron dalam jaringan syaraf tiruan dikenal sebagai algoritma yang hanya
digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah pola masuk ke suatu kelas atau
tidak. Namun dari sifat tersebut nampaknya perceptron juga mampu digunakan
untuk mengklasifikasikan sebuah pola masuk kekelas mana, dengan cara membandingkan
pola kedalam setiap kelas yang ada. Dengan kemampuan metode jaringan syaraf
tiruan kami ingin mengetahui mengapa metode tersebut dapat diimplementasikan
dalam masalah yang berbeda.
1.2 rumusan masalah
Pembahasan dari dua
metode pengenalan pola yaitu metode jaringan syaraf tiruan dengan algoritma
perceptron.
1.3 batasan masalah
Batasan
masalah dari study komparasi adalah Bagaimana metode JST (jaringan syaraf
tiruan) dalam merancang pengenalan pola untuk mengidentifikasi huruf dan
pengenalan pola bahan terkorosi?
1.4 tujuan
1.4 tujuan
Mengetahui
perbedaan dari rancangan pengenalan pola untuk mengidentifikasi huruf dan pengenalan
pola bahan terkorosi.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Supervise learning method
Metode
klasifikasi dan prediksi dinamakan supervised learning, dengan alasan ada
proses supervisi, yaitu data training disertai dengan label yang menunjukkan
kelas observasi, dan data baru diklasifikasikan berdasarkan training set.
Tujuan pada pembelajaran supervised learning adalah untuk menentukan nilai
bobot-bobot koneksi di dalam jaringan sehingga jaringan dapat melakukan
pemetaan (mapping) dari input ke output sesuai dengan yang diinginkan. Pemetaan
ini ditentukan melalui satu set pola contoh atau data pelatihan (training data
set).
2.2 kecerdasan jaringan syaraf tiruan
Jaringan saraf tiruan (JST) (Bahasa Inggris: artificial neural network (ANN),
atau juga disebut simulated neural network (SNN), atau umumnya hanya disebut neural network (NN)), adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan saraf manusia. JST merupakan sistem adaptif yang dapat merubah strukturnya untuk memecahkan masalah berdasarkan
informasi eksternal maupun internal yang mengalir melalui jaringan tersebut.
Pemodelan
jaringan syaraf merupakan pembelajaran
dan penyesuaian suatu obyek. Metode
perceptron
adalah metode pembelajaran
dengan pengawasan dalam sistim jaringan syaraf,
sehingga
jaringan yang dihasilkan
harus
mempunyai
parameter yang
dapat
diatur dengan cara mengubah melalui aturan
pembelajaran dengan
pengawasan perceptro
untuk aplikasi pengenalan
pola digambarkan sebagai unsur matrik antara 0 dan 1. Layer pertama perceptron menyatakan
suatu kumpulan ”detektor tanda” sebagai isyarat input untuk mengetahui
tanda khusus.
2.3 algoritma perceptron
Perceptron
adalah
salah satu
algoritma
pembelajaran single
layer yang
mempelajari suatu
procedure
dengan
melakukan perulangan
sampai mendapatkan bobot neural yang tepat. Algoritma Pembelajaran Perceptron lebih baik dibandingkan dengan
algoritma Hebb
rule (Fausset, Fundamentals of
Neural Networks
:Architectures, Algorithms, and
Applications). Perceptron menggunakan fungsi
aktivasi biner untuk unit sensor dan unit
asosiasi serta menggunakan +1, 0, -1 aktivasi untuk respon unit.
2.4 proses pengolahan citra
Suatu pola mempunyai suatu tekstur khusus,
dengan berbagai variasi dalam
tingkat keabuan atau
warna.
Rata-rata tingkat keabuan dan
simpangan baku
dinyatakan sebagai momen.
Rata-rata dihubungkan dengan momen pertama, simpangan
baku tergantung pada momen kedua dan terdapat
beberapa ukuran lainnya yang
digunakan untuk
menyatakan karakteristik suatu
daerah tekstur.
2.5 Prinsipal Komponen Analisis
Prinsipal
komponen analisis
(PCA) adalah teknik
untuk menyederhanakan kumpulan
data dengan mengurangi kumpulan data
banyak dimensi menjadi
dimensi yang lebih rendah. Analisis ini
adalah suatu transformasi linier orthogonal
yang mentransformasi
data ke sistem koordinat baru,
sehingga keragaman terbesar dengan suatu
proyeksi
berada pada koordinat pertama (disebut
prinsipal
komponen
pertama), keragaman terbesar kedua pada koordinat kedua dan seterusnya. Untuk suatu
matriks data dengan nilai
tengah nol
(sebaran normal baku).
BAB III
PERANCANGAN SISTEM
3.1 desain sistem pengenalan benda terkorosi
3.1.1 prinsipal komponen analisis
Prinsipal
komponen analisis
(PCA) adalah teknik
untuk
menyederhanakan kumpulan data dengan mengurangi kumpulan data
banyak dimensi menjadi
dimensi yang lebih rendah. Analisis ini
adalah suatu transformasi linier orthogonal
yang mentransformasi data ke sistem
koordinat baru,
sehingga keragaman terbesar dengan suatu
proyeksi
berada pada koordinat pertama (disebut
prinsipal
komponen
pertama), keragaman terbesar kedua pada koordinat kedua dan seterusnya. Untuk suatu
matriks data dengan nilai
tengah nol
(sebaran normal baku), Transformasi PCA diberikan sebagai:
Y T
= X TW = V Σ
V ΣWT adalah singular value
dekomposisi (svd) dari
X T [7]. PCA untuk data matriks X diberikan
sebagai
:
Y =WT X = ΣV T (9)
dimana
W
ΣV T adalah svd dari X. PCA dapt
menggunakan
metoda kovaransi atau metoda korelasi.
3.1.2 kecerdasan jaringan syaraf
Berhubungan
terhadap satuan output (dalam layer terakhir). Jika hanya bobot pendahulu pada layer
terakhir yang dirubah, perceptron dalam gambar 3 diperlakukan sebagai
perceptron layer tunggal. Dimulai dengan himpunan bobot terhubung yang acak,
algoritma pembelajaran perceptron layer tunggal diulangi mengikuti tahapan
berikut sampai bobot konvergen:
a.
Pilih suatu vektor input x dari kumpulan data pelatihan
b.
Jika perceptron memberikan jawaban salah, modifikasi semua bobot terhubung wi
sesuai dengan i
i i Δw =η t x , i t : target output dan η : tingkat pembelajaran.
3.2 desain pola huruf
Dalam klasifikasi huruf pada penelitian ini hanya dibatasi menggunakan huruf kapital dari ‘A’, ‘B’, ‘C’,’D’,’E’,’J’,’K’. Huruf-huruf yang akan diklasifikasi terlebih dahulu dibentuk polanya menggunakan matriks berukuran 9x7, yang digambarkan dengan symbol ‘.’ (titik) dan ‘#’ (kres). Sebagai contoh berikut beberapa pola yang diikutsertakan dalam penelitian ini:
Tabel. 1. Pola Huruf dalam matrik 9x7 (Pola Input Satu)
Huruf
|
Pola
|
Huruf
|
Pola
|
A
|
..##...
...#...
...#...
..#.#..
..#.#..
.#####.
.#...#.
.#...#.
###.###
|
E
|
#######
.#....#
.#.....
.#.#...
.###...
.#.#...
.#.....
.#....#
#######
|
B
|
######.
.#....#
.#....#
.#....#
.#####.
.#....#
.#....#
.#....#
######.
|
J
|
...####
.....#.
.....#.
.....#.
.....#.
.....#.
.#...#.
.#...#.
..###..
|
C
|
..#####
.#....#
#......
#......
#......
#......
#......
.#....#
..####.
|
K
|
###..##
.#..#..
.#.#...
.##....
.##....
.#.#...
.#..#..
.#...#.
###..##
|
D
|
#####..
.#...#.
.#....#
.#....#
.#....#
.#....#
.#....#
.#...#.
#####..
|
Pola inilah yang akan digunakan sebagai data pelatihan dengan target sesuai dengan pola yang diinginkan, dengan merubah pola input tersebut
menjadi sekumpulan vector bit 0 dan 1 sebanyak 63 digit dimana 0 menggantikan titik dan 1 menggantikan tanda ‘#’, dan pola output (target) sebanyak 7 bit.
Pasangan pola input dan output dari data-data di atas bisa dilihat dalam tabel 2 berikut:
Tabel 2. Pola Vektor Input dan Vektor Output (Pola Input Satu)
No
|
Huruf
|
Vektor Input
( 63 bit )
|
Vektor Output
( 7 bit)
|
1.
|
A
|
0011000 0001000 0001000 0010100 0010100
0111110 0100010 0100010 1110111
|
1000000
|
2.
|
B
|
1111110 0100001 0100001 0100001 0111110
0100001 0100001 0100001 1111110
|
0100000
|
3.
|
C
|
0011111 0100001 1000000 1000000 1000000
1000000 1000000 0100001 0011110
|
0010000
|
4.
|
D
|
1111100 0100010 0100001 0100001 0100001
0100001 0100001 0100010 1111100
|
0001000
|
5.
|
E
|
1111111 0100001 0100000 0101000 0111000
0101000 0100000 0100001 1111111
|
0000100
|
6.
|
J
|
0001111 0000010 0000010 0000010 0000010
0000010 0100010 0100010 0011100
|
0000010
|
7.
|
K
|
1110011 0100100 0101000 0110000 0110000
0101000 0100100 0100010 1110011
|
0000001
|
3.2.1 teknik pembacaan pola dengan biner
Dalam pembuatan program penelitian ini
digunakan bahasa pemgroman
berbasiskan desktop yaitu Delphi 6. Beberapa tahapan proses dalam penelitian ini adalah:
1. Input pola dalam bentuk matriks sebanyak jumlah pola dan target yang diinginkan
2. Binerisasi pola input menjadi vector input dengan mengubah ‘.’ Menjadi 0 dan ‘#’ menjadi 1.
3. Melakukan pelatihan dari vector input dan vector output.
4. Pengujian huruf
Dalam pembacaan input pola bisa dilakukan secara
serempak dan sekaligus dengan aturan, baris pertama input adalah bilangan bulat yang menyatakan banyaknya pola yang ingin dilatih
(ingat jenis huruf yang digunakan tetap hanya ‘A’,’B’,’C’,’D’,’E’,’J’,’K) untuk pola pertama menempati baris kedua sampai baris ke 10 yang kemudian baris berikutnya diikuti target dari pola yang diinginkan, untuk pola kedua menempati baris ke-12 sampai bari ke-18 dan kemudian baris berikutnya diikuti target dari pola yang diinginkan dan seterusnya sampai pola ke-n, sebagai contoh berikut aturan input pola yang digunakan sebanyak 2 buah yaitu A, dan B.
2
..##...
...#...
...#...
..#.#..
..#.#..
.#####.
.#...#.
.#...#.
###.### A......
######.
.#....#
.#....#
.#....#
.#####.
.#....#
.#....#
.#....#
######.
.B.....
Dari pola ini program membaca baris perbaris
string yang
kemudian dibinerisasi dengan aturan yang telah dijelaskan sebelumnya kedalam tipe data array
satu dimensi.
BAB IV
Pembahasan
4.2 pengenalan pola bahan terkorosi
Pengenalan pola terhadap bahan terkorosi dan
tidak terkorosi meliputi tiga tiga tahapan, adapun mikrostruktur dan preparasi
contoh bahan terkorosi dan tidak terkorosi telah dianalisis sebelumnya di
laboratorium yang dpat menggunakan berbagai alat diantaranya mikrogatif,
mikroskop optik ataupun SEM. Tahap pertama digunakan proses pengolahan citra,
tahap kedua dilakukan analisis prinsipal komponen dan tahap ketiga menggunakan
kecerdasan jaringan syaraf. Struktur pola dalam bentuk gambar atau foto dapat
dikonversi dengan proses pengolahan citra menjadi bentuk digital. Untuk
menentukan karakteristik dari pola tersebut mengidentifikasi apakah suatu bahan
terkorosi atau tidak terkorosi digunakan kecerdasan jaringa syaraf tiruan. Dianalisis
beberapa contoh bahan terkorosi dan tidak terkorosi
hasil preparasi laboratorium
serta contoh data dari daftar
pustaka. Pada tahap
kedua,
matriks data pembelajaran
berukuran 8 x 6, akan dimasukkan
untuk tiap neuron secara
bersamaan. Diambil enam
nilai karakteristik yang terbesar atau dominan,
dengan delapan contoh input
yang diberikan, yang terdiri dari enam contoh input untuk bahan terkorosi dan dua contoh input untuk
bahan tidak terkorosi. Data pelatihan diambil enam contoh input diantaranya berturut-turut satu contoh
bahan tidak terkorosi
dan lima contoh bahan
terkorosi. Pada simulasi pertama diambil satu contoh
input bahan tidak terkorosi dan
lima contoh input bahan terkorosi. Berikutnya
pada simulasi kedua diambil
satu contoh input bahan tidak terkorosi, empat
contoh
input bahan terkorosi, satu
contoh
input bahan dengan mikrostruktur tidak seharusnya.
Sedangkan pada simulasi ketiga diberikan
5 contoh bahan terkorosi dan 1 bahan
tidak terkorosi. Secara keseluruhan program dan hasil diberikan pada
lampiran B dengan catatan
kode 1 untuk bahan terkorosi dan
kode 0 untuk bahan
tidak
terkorosi
atau mikrostruktur yang tidak seharusnya. Hasil keberhasilan identifikasi diberikan dalam tabel 1 berikut ini, untuk
32
contoh input.
Tabel 1.
Hasil Identifikasi
Jaringan Syaraf
Contoh
Bahan
|
Jumlah benar
|
Jumlah salah
|
Prosentase ketelitian
|
Terkorosi
|
25
|
0
|
100%
|
Tidak
Terkorosi
|
6
|
1
|
86%
|
4.2.1 pengujian huruf
Sama seperti pada pelatihan data, untuk pengujian data kita menggunakan
input pola matriks 9x7 yang terdiri dari karakter titik atau #, setelah pola diinputkan
kemudian pola tersebut dibinerisasi untuk selanjutnya dilakukan pengujian, bentuk pola input data untuk pengujian hanya bersifat tunggal seperti berikut:
..##...
...#...
...#...
..#.#..
..#.#..
.#####.
.#...#.
.#...#.
###.###
Huruf A
Sedangkan untuk algoritma lengkapnya adalah sebagai berikut
1. Baca Input
2. Binerisasi input
3. Untuk iß
1 sampai 7 lakukan langkah 4 sampai 7
4. yin=bobot[i,64]
5. Untuk jß
1 sampai 63 lakukan yin=yin+datauji[j]*bobot[i,j];
6. y[i]=f(yin)
7. jika y[i]=1 berarti pola yang dimasukan merupakan huruf ke-i
8. jika tidak ada satupun y[i] yang bernilai satu maka pola yang diinputkan tidak
bisa diklasifikasikan.
4.3.2 implementasi sistem
Implementasi
pembuatan sistem ini didasarkan pada rancangan sistem yang sudah dibahas sebelumnya dimana sistem ini dibagi menjadi dua sub sistem yaitu subsistem pelatihan
data dan yang kedua subsistem pengujian data. Dengan menggunakan data yang ada seperti pada bab Perancangan Sistem sebagai input pelatihan dan input pengujian didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Pengujian dengan Data Pelatihan 7 buah
INPUT
|
TARGET
|
OUTPUT
|
A
|
A
|
A atau B
|
B
|
B
|
D atau K
|
C
|
C
|
C atau D atau K
|
D
|
D
|
D
|
E
|
E
|
K
|
J
|
J
|
J
|
K
|
K
|
Tidak
Masuk Manapun
|
Empat (yaitu huruf ‘A’,’C’,’D’, dan ‘J’) dari tujuh pola input pengujian yang juga
merupakan pola input pelatihan menunjukan hasil yang sesuai meskipun pola huruf
tersebut juga diklasifikasikan
ke dalam kelas
lain, misalnya
pola ‘A’ diklasifikasikan ke ‘A’ juga ke ‘B’.
Sedangkan
pola huruf
‘B’, dan ‘E’ diklasifikasikan ke kelas yang berbeda. Namur untuk pola ‘K’ justru tidak dapat diklasifikasikan ke kelas manapun.
Kemudian dicoba menggunakan pola input pengujian yang berbeda dengan pola input pelatihan
[Fausset,
Fundamentals
of Neural Networks : Architectures, Algorithms,
and Applications, halaman 72, pola input dua dan tiga ]
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Pengujian dengan input pengujian berbeda
INPUT
|
TARGET
|
OUTPUT POLA INPUT 2
|
OUTPUT POLA INPUT 3
|
A
|
A
|
A
|
B
|
B
|
B
|
D atau K
|
D atau K
|
C
|
C
|
C
|
C
|
D
|
D
|
C atau D
|
D
|
E
|
E
|
C atau K
|
K
|
J
|
J
|
J
|
J
|
K
|
K
|
C atau K
|
K
|
Ternyata didapatkan hasil yang lebih akurat (A, C, D, J, dan K pada pola input 2, serta C,D,J,K pada pola input 3) dalam mengklasifikasian huruf dibandingkan kita menggunakan pola input pengujian yang sama dengan pola input pelatihan.
Kemudian dicoba menggunakan input pelatihan yang lebih banyak (21 buah) dengan pola huruf
yang sama [Fausset, Fundamentals of
Neural
Networks : Architectures, Algorithms, and Applications, halaman 72] dan input pengujian yang sama dengan pengujian sebelumnya didapatkan hasil yang berbeda.
Tabel 5. Hasil Pengujian dengan Data Pelatihan 21 buah
INPUT
|
TARGET
|
OUTPUT POLA 1
|
OUTPUT POLA
2
|
OUTPUT POLA
3
|
A
|
A
|
A atau B
|
A
|
B
|
B
|
B
|
K
|
-
|
D atau K
|
C
|
C
|
K
|
B
|
B
|
D
|
D
|
B atau K
|
-
|
B atau K
|
E
|
E
|
K
|
K
|
K
|
J
|
J
|
J
|
J
|
B atau J
|
K
|
K
|
-
|
-
|
K
|
Ternyata ketika menggunakan pola input satu, pola input dua dan pola input tiga sebagai data pelatihan
sekaligus sebagai data pengujian, hasilnya lebih tidak akurat dibandingkan dengan pengujian sebelumnya.
BAB
V
kesimpulan
Metode
pengenalan pola dengan algoritma perceptron dapat diimplementasikan pada pengenalan
huruf dan pengenalan bahan korosi.
Dengan
menggunakan
algoritma perceptron ternyata bisa dilakukan pengklasifikasian pola huruf. Meskipun dalam pelatihan dengan data yang sedikit, saat pengujiannya hasil yang didapat menunjukan bahwa beberapa pola tidak sesuai dengan
klasifikasi polanya tetapi
persentasi
ketidaksesuaian
ini lebih kecil dibadingkan dengan pengujian data yang memiliki data pelatihan lebih banyak.
Pemodelan
untuk membedakan klasfikasi bahan terkorosi
dan tidak terkorosi menggunakan kecerdasan jaringan syaraf
dengan
metode
perceptron. Dalam pembelajaran, pelatihan dan simulasi tersebut
diatas, diperoleh hasil yang sesuai
dan
yang diharapkan.
merupakan pembelajaran dan adaptasi suatu obyek
yang cukup baik.
DAFTAR PUSTAKA
27/04/2007, page 1-8. [6]
http://en.wikipedia.org/wiki/Principal_com ponents_analysis, 23/02/2007, page1-10.